Di masa kini, kondisi Indonesia amat sangat memperhatinkan dan jauh dari bayangan suatu negara yang sedang menuju kepada era globalisasi, hal – hal ini dipengaruhi oleh beberapa sikap bangsa kita yang kurang sesuai dengan sikap bangsa yang sedang menuju perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi kearah globalisasi. Sikap – sikap tersebut antara lain :
1.Belum Dilakukannya “ Live Long Learning “ untuk menyongsong masa depan bangsa.
Live Long Learning atau dikenal juga pembelajaran sepanjang hayat, merupakan suatu usaha manusia untuk selalu belajar / mencari ilmu dimanapun dia berada dan kapanpun sampai dirinya tutup usia. Akan tetapi pada kenyataannya, di Indonesia pendidikan merupakan hal yang masih jauh dari pemikiran masyatakatnya. Pendidikan merupakan hal yang dianggap biasa. Bagi masyarakat kita, seseorang tidaklah perlu memiliki pendidikan tinggi – tinggi, karena pada akhirnya manusia juga akan mati juga. Lagipula pendidikan yang tinggi bagi anggapan sebagian orang bukan jaminan dari kesuksesan seseorang apalagi mengingat pendidikan di negara kita masih sangat sulit dijangkau oleh kalangan bawah. Padahal dalam praktiknya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada yang lainnya kebanyakan akan memiliki nasib yang lebih baik jika dibanding dengan orang yang berpendidikan lebih tinggi.
Manusia mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan, transformasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap menyadari keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process, atau on becoming. Persoalannya adalah, sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar setelah merasa dewasa. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh kebodohan yang bersifat sosial dan mental / psiko-spiritual. Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah berusia di atas 17 atau 21, atau telah selesai sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup, telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah. Hal-hal itu telah membuat mereka berhenti belajar, sehingga tidak lagi mengalami transformasi-transformasi dalam kehidupannya, sehingga mereka tidak siap mengantisipasi perubahan-perubahan yang timbul. Sebaliknya bagi mereka yang senantiasa menjadikan proses belajar merupakan bagian dari kehidupannya mereka akan senantiasa siap mengantisipasi perubahan yang timbul atau bahkan perubahan yang diperoleh mereka sebagai akibat langsung dari proses belajar yang senantiasa mereka lakukan.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi, dan di dalam masyarakat yang saling mempengaruhi seperti saat zaman globalisasi sekarang ini. Setiap manusia dituntut untuk menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi baru. Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam abad terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau tutuntutan manusia yang makin meningkat. Pendidikan di sekolah hanya terbatas pada tingkat pendidikan dari sejak kanak-kanak sampai dewasa, tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia yang berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan suatu sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal inovasi secara terus menerus.
Kegiatan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang terjadi pada jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
Pada jalur pendidikan luar sekolah, sejak kehadirannya, kegiatan pembelajaran kelompok menjadi ciri utama. Dalam perkembangannya, kegiatan pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari berbagai teori pembelajaran dan dari pengalaman para praktisi di lapangan sehingga muncul kegiatan pembelajaran partisipatif. Dewasa ini pembelajaran partisipatif tidak saja digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah tetapi juga di beberapa kawasan di dunia ini, dan telah diserap serta diterapkan pada program-program pendidikan sekolah. Dengan demikian pembelajaran partisipatif telah menjadi bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan di dalam proses pendidikan baik di satuan pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.
Seharusnya pendidikan merupakan hal utama yang harus dipikirkan dan ditata oleh bangsa kita. Karena dari pendidikanlah kita mampu menghasilkan lulusan – lulusan yang menjadi dokter, insinyur, guru, dsb. Lulusan – lulusan ini akan terjun di masyarakat dan ikut membantu pembangunan di negara Indonesia ini. Oleh karena itu perlu kita lakukan tatanan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dan diharapkan pendidikan yang ada bukan hanya memihak pada golongan atas saja, tetapi juga semua lapisan masyarakat, selain itu diharapkan pula adanya perbaikan dalam sarana dan prasarana penunjang pendidikan, baik sarana dan prasarana material ataupun non material seperti peningkatan kesejahteraan guru.
Ketika Long Live Learning ini sudah dilaksanakan di masyarakat kita, dan diiringi dengan penataan kondisi pendidikan di Indonesia, maka dapat dipastikan masa depan bangsa kearah yang lebih baik dapat dipastikan.
2. Belum adanya pemikiran yang “ Integrative and Conceptual “.
Pemikiran yang Integrative merupakan pemikiran yang terintegrasi dengan baik, artinya suatu pemikiran / ide / gagasan yang sudah dipikirkan dengan matang dan antara gagasan yang satu dengan gagasan selanjutnya saling berhubungan membentuk hubungan berkelanjutan. Sedangkan Conceptual berarti terkonsep, dimana di sini artinya pemikiran / ide / gagasan yang ada harus terkonsep dan direncanakan dengan sebaik – baiknya. Agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik tanpa ada masalah / hambatan.
Di Negara kita, segala sesuatu rencana ataupun pemikiran cenderung dilaksanakan dengan terburu – buru dan kurang persiapannya, sehingga pada akhirnya hasil yang ada tidak sesuai dengan kenyataan. Padahal jika kita mau merencanakan segala kegiatan / pekerjaan dengan baik maka semua yang diharapkan akan berjalan dengan lancar dan baik, begitu juga dengan ide – ide yang muncul di negara kita dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bangsa, terkesan hanya di awang – awang saja tanpa ada konsep yang jelas dan terintegrasi.
Sebenarnya negara kita merupakan negara yang kaya akan konsep dan ide, akan tetapi pada akhirnya jika penyusunan konsep dan perencanaan yang tidak dilakukan sebaik mungkin akan menyebabkan semua yang dijalankan macet. Oleh karena itu, mengingat pentingnya Integrative And Conceptual Concept, hendaklah segala pemikiran yang ada disusun sedemikian rupa dan juga memikirkan arah ke depannya bagaimana.
3. Kurang adanya “ Responses Time “.
Respon Time disini memiliki artian tanggap terhadap keadaan di sekitarnya. Pada umumnya masyarakat di negara kita, sering kali bersikap acuh tak acuh terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya, dan selalu bersikap pasrah terhadap apa yang diterimanya.
Masyarakat kita acuh tak acuh jika mengetahui ada permasalahan di negara kita, acuh tak acuh jika melihat saudaranya kesusahan, dsb. Mereka beranggapan jika apa yang menjadi urusan orang lain bukan merupakan urusan mereka. Oleh karena itu mereka tidak mau ambil pusing. Hal ini merupakan salah satu contoh kurangnya kesadaran dan rasa tanggap masyarakat kita terhadap keadaan di sekitarnya. Seharusnya sebagai seorang manusia, masyarakat kita tanggap dan berusaha penuh untuk membantu sebisa mungkin, karena dengan sikap tanggap ini masyarakat kita menjadi lebih peka terhadap keadaan sekitar dan terlatih terbiasa menyelesaikan masalah.
Pasrah apa adanya di sini mengandung arti, masyarakat kita cenderung kurang mau berusaha dalam meningkatkan taraf hidupnya, mereka hanya mau menerima keadaan mereka tanpa usaha yang lebih keras lagi. Mereka kurang lincah dan tanggap dalam menangkap peluang usaha, untuk merubah perekonomian mereka. Sikap tidak tanggap ini juga membawa dampak buruk karena dapat menghambat jalan kita menuju sukses.
4. Belum berpikir rasionalistik.
Sudah bukan merupakan hal baru jika bangsa kita terkenal dengan kebudayaannya yang unik, lain dengan negara lain. Meski terkadang disadari atau tidak kebudayaan selalu cenderung berpikiran kearah yang tidak masuk akal dan bersifat gaib. Kita lihat saja budaya manganan di kuburan di Negara kita, mungkin hampir semua tempat di Indonesia melakukannya, cuma beda nama dan tata cara saja mungkin. Yang menarik disini, hal – hal yang kurang sesuai dengan daya nalar ini tidak hanya saja ada di bidang kebudayaan tapi juga muncul di aspek – aspek lain dalam kehidupan kita, dimana hal – hal yang dilakukan masyarakat kita sangat sulit dicerna oleh akal sehat dan pikiran modern, bahkan jika ada keinginan untuk mengubah pola pikir ini mereka akan marah dan mengganggap kita perusak tradisi.
Contoh – contoh kejadian yang kurang irasional di antara kita antara lain :
• Pro-kontra soal blue energy berlanjut. Ketidakyakinan pakar energi pada umumnya adalah soal ”air” yang diklaim sebagai ”bahan dasar” energi ramah lingkungan tersebut. Belum lagi soal kesetimbangan energi (energy balance) serta ”biaya” karena diklaim membutuhkan energi listrik (PLN) yang cukup besar saat proses produksinya. Namun, yang lebih menarik menurut penulis adalah fakta bahwa ada orang dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang aktif mempromosikan sumber energi kontroversial ini. Bahkan, ada rencana untuk mengambil tempat produksi di dekat Cikeas, kediaman pribadi presiden. Karena itu, tak dapat dihindarkan kesan bahwa SBY mendukung konsep blue energy ini. Masalahnya adalah di mana rasionalitas bangsa ini kalau presiden mempromosikan hasil iptek yang belum teruji kesahihannya, sementara lembaga riset iptek pemerintah banyak yang menganggur tak berdaya?
• Kejadian seperti itu sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sebelumnya dalam sidang kabinet pernah dipromosikan pupuk jenis baru yang disebut Nutrisi Saputra. Sejak itu pupuk yang katanya dapat menyuburkan tanaman dengan cepat dan meningkatkan produktivitas padi secara spektakuler itu telah menyebar di Lampung, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Padahal, produk tersebut belum mendapat izin dari lembaga yang berwenang. Setelah diteliti Balitbang Departemen Pertanian, ternyata tidak ditemui keunggulan apa pun dari nutrisi tanaman tersebut, bahkan dalam jangka panjang pupuk kontroversial ini dapat mengeraskan dan merusak tanah. Bisa dibayangkan bagaimana kecewa dan menderitanya para petani kita kalau harus tertipu oleh kepalsuan teknologi ini. Namun, beruntung pemerintah sigap menangani.
• Mungkin ini soal histeria. Ketika impitan impor beras dan rendahnya produktivitas pertanian kita menjadi hantu yang membayangi setiap hari atau melonjaknya harga BBM yang terus menjulang ke langit yang nyaris membuat kita kehilangan harapan, datangnya Sang Ratu Adil berupa teknologi Nutrisi Saputra atau blue energy adalah histeria yang didamba. Penemuan yang fantastis dan sensasional yang memicu histeria itu telah melumpuhkan rasionalitas kita sebagai bangsa.
• Saat Megawati menjadi presiden, bahkan Menteri Agama yang dikenal sangat alim pernah terjerembap lumpur irasionalitas dan mau-maunya menggali cagar budaya Istana Batu Tulis, Bogor, agar menemukan harta karun untuk membayar utang-utang negara. Jelas itu bukan cuma di luar tugas pokok Departemen Agama, tetapi juga di luar kompetensi dan rasionalitas sang menteri. Akan tetapi, tindakan yang didasarkan mimpi, yang menggemparkan jagat nasional, itu dilakoni meski hasilnya nihil dan menuai rasa malu.
• AS Hikam, yang menjadi Menneg Ristek di bawah pemerintahan Gus Dur, sebelumnya dengan berani mempromosikan teknologi jin untuk membangkitkan energi dan bahkan berminat mengembangkan penelitian ilmu suwuk. Praktis para ilmuwan dan teknolog yang masih rasional memprotes Menneg Ristek yang ahli sastra itu. Bayangkan, level kementerian ristek, sebagai benteng ilmu pengetahuan dan rasionalitas bangsa, saja sudah bingung membedakan antara alam gaib dan alam empiris.
Dulu, tahun 1970-an, Buya Hamka mati-matian menentang untuk memercayai, ada bayi dalam kandungan yang dapat bicara. Beliau rela berhadap-hadapan dengan para ulama yang pada waktu itu bersikeras percaya, bahkan menganggap itu sebagai karomah atau mukjizat. Apa lacur, ketika dibuktikan dan digeledah, ternyata ibu yang mengandung itu menyembunyikan tape recorder. Yang bicara bukan bayi dalam kandungan si calon ibu, tetapi tape recorder itu. Terpaksa para ulama menanggung malu. Padahal, mereka paling tahu adanya takdir kauniyyah (hukum alam) di samping takdir ghaibiyyah (hukum gaib).
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, tingginya tingkat kemiskinan, atau secara umum rendahnya PDB per kapita, yang merupakan ciri negara berkembang, adalah biang keladi irasionalitas masyarakat. Meski reformasi sudah menginjak 10 tahun, nyatanya eforia politik belum menghasilkan kesejahteraan. Kebebasan tidak serta-merta menyejahterakan. Histeria, mimpi, Sang Ratu Adil adalah energi sekaligus hiburan yang membuat masyarakat miskin mampu bertahan untuk hidup dan menunggu. Sementara rasionalitas adalah barang mewah para elite yang duduk dalam singgasana modernitas.
5. Kurang Kreatif.
Bangsa yang kreatifitasnya tinggi menjadi bangsa yang maju, semakin tinggi tingkat kreativitas suatu bangsa semakin tinggi daya saingnya, dan pada gilirannya, bangsa yang paling kreatif adalah bangsa yang menguasai dunia. Lalu pertanyaannya apakah bangsa Indonesia bangsa kreatif ?
Kerajaan di nusantara ini pernah menguasai dunia, sekurang asia tenggara, seperti kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Melayu, artinya nenek moyang kita adalah bangsa yang kreatif. Dan buktinya sampai sekarang masih ada sekarang berupa bangunan kuno seperti candi, karya sastra, karya patung dan lainnya, yang sekarang dibangga-banggakan, tetapi semangat kreatifnya tidak pernah dikaji. Awal kemerdekaan, bambu runcing bisa melawan meriam penjajah, karena semangat kreatifitas bangsa memanfaatkan apa yang ada, baik di medan perang maupun diplomasi sehingga bisa mengusir penjajah.
Kreatifitas itu pula Indonesia menjadi inspirator bagi bangsa lain di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Bangsa Indonesia pemimpin dunia dan disegani oleh lawan dan kawan.
Pada masa penjajahan kreatifitas di kekang oleh penjajah, bisa dimaklumi namanya juga penjajah, namun, masa kemerdekaan, ada periode demokrasi terpimpin, dan dilanjutkan periode demokrasi atas petunjuk yang secara tidak sadar mengekang kreatifitas. Kreatifitas sangat paralel dengan demokrasi. Semenjak satu dasa warsa terakhir, kita memasuki era demokrasi, dan sudah sangat maju didunia, kemudian kita juga masuk periode otonomi daerah yang sangat memungkinkan untuk berkembangnya kreatifitas, tetapi hasilnya secara makro adalah daya saing kita melemah dan bercokol pada tinggkat yang sangat rendah, apa ada yang salah? Menurut kami tidak, secara kreatifitas itu ada positif dan ada negatif.
Kreatifitas adalah adalah kemampuan untuk mencipta / berkreasi atau kemampuan individu atau kelompok yang menciptakan sesuatu yang baru, (wawasan, konsep, metoda, sistem, produk) dengan menghandalkan keunikan. Semuanya bisa positif maupun negatif, kreatifitas tersebut seperti pisau bisa digunakan untuk kejahatan atau kebajikan.
Yang berkembang adalah kreatifitas penjahat, kreatif membunuh, kreatif tawuran, kreatif merampok, kreatif korupsi, kreatif memeras (jinak, pakai aturan atau liar, tanpa aturan), kreatif membuat aturan yang menyusahkan orang lain atau masyarakat, kreatif membunuh karakter orang lain, kreatif mengkeroyok orang lain secara fisik maupun politik, kreatif menggelembungkan proyek. Kesemuanya kreatifitas negatif, kreatif bersilat lidah atas nama demokrasi dan otonomi. Kreatif membuat pasca pilkada rusuh, kreatif mengangkat pejabat yang tidak tidak mampu dan lain sebagainya. Kretif mencontek dan studi contek (beda tipis dengan studi banding lemabaga negara/daerah), kreatif membuat sinetron, film dan pertunjukan selera rendah, dan lainnya yang sejenis, kreatif ilegal loging, fishing, mining, trading, manufachturing, investigating sampai ilegal jastice. Kreatifitas kelompok ini berkembang pesat dan sangat luar biasa. Pada sisi lain, kreatif meningkatkan efisiensi dan daya saing, kreatif menyampaikan pendapat dengan santun, kreatif membuat program yang berorientasi pada kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat, menciptakan produk-produk baru serta karya cipta baru dibidang seni, teknologi dan humaniora sangat minim dan tenggelam dibanding kreatifitas negatif diatas.
Jadi bangsa kita masih bangsa yang paling kreatif, tetapi kreatif salah kaprah, sehingga kita bisa pemecah rekor korupsi, daya saing, pabrik ekstasi yang besar, pengkempangan BLBI yang ratusan triliunan. Korupsi menggurita, pungli semenjak preman sampai anggota parlemen dan penegak hukum. Kurangnya kreativitas kita juga terlihat dari banyaknya pengangguran yang belum dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada.
Kalau tidak mau terpuruk lagi, mari kita tinggalkan kreativitas negatif, kita dorong kreativitas positif seperti harapan pemerintah. Perlu diingat, tidak ada kebebasan mutlak dalam berkreatif, berkreasi bebas dalam koridor, bagi orang beragama, bebas dalam koridor agama, hidup bermasyarakat bebas dalam koridor moral, hidup bernegara bebas dalam koridor undang-undang. Kreatifitas negatif diatas adalah kreatif tanpa koridor agama, moral dan undang – undang.
6. Kurang Berani Bertanggungjawab.
Yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah kesadaran manusia tentang tingkah laku atau perbuatannya baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinsyafan atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya terhadap kepentingan pihak lain. Dalam kebudayaan kita, umumnya "tanggung jawab" diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan.
Di negara kita rasa tanggung jawab kurang dimiliki oleh sebagian masyarakat. Baik tanggung jawab atas kesalahannya, tanggung jawab atas kebebasannya, tanggung jawab atas miliknya, dsb. Umumnya masyarakat kita lebih suka menggunakan kebebasan / melakukan sesuatu demi kepentingannya tanpa mengindahkan kepentingan dan akibatnya bagi orang lain. Contoh kecil saja adalah kurang rasa tanggung jawab masyarakat dalam menjaga lingkungan. Sehingga mereka membuang sampah secara sembarangan di sembarang tempat, kemudian pada akhirnya sampah ini menyebabkan penyakit dan banjir, tapi masyarakat yang kurang sadar ini tidak mau disalahkan atas masalah ini malah terkadang menyalahkan pemerintah.
Rasa tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting bagi pembentukan karakter seseorang, terutama tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya. Karena dari sikap tanggung jawab ini akan membangkitkan kesadaran dan motivasi kita dalam melaksanakan hal berikutnya. Mempunyai rasa tanggung jawab adalah mutiara kehidupan. Dengan rasa tanggung jawab yang besar, kita ambil hikmah dan pelajaran pahit, serta tetap berani berjalan ke depan dengan optimis aktif. Sehingga sikap tanggung jawab perlu dipupuk sejak kecil, dan dalam praktek penyamapaiannya haruslah hati – hati dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam memupuk dan meningkatkan rasa tanggung jawab, terutama bagi anak kecil antara lain :
• Memberi teladan yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orangtua melakukan tugas semacam itu.
• Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi orangtua untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan oleh si anak. Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan demikian orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anaknya.
• Memberi anjuran atau perintah hendaknya jelas dan terperinci.
Orangtua dalam memberi perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup jelas dan terperinci agar anak mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.
• Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua hendaknya tetap memberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum dapat menyelesaikan pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat melakukan atau melanjutkannya besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan, akan membuat anak tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orangtua senang menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas
7. Kurang Peka Terhadap Solidaritas dan Sosial
Indonesia adalah negara yang sudah mulai berkembang. Hal ini ditandai dengan naiknya pendapatan nasional tiap tahunnya. Namun permasalahnnya seberapa besar pendapatan tersebut dinikmati oleh masyarakat. Pada kenyataannya hanya segolongan orang saja yang mampu menikmati pendapatan tersebut, sehingga hanya sekelompok kecil dari masyarakat kita yang bisa merasakan hidup enak. Pendapatan yang kurang merata merupakan salah satu potret kehidupan ekonomi di Indonesia. Sekelompok masyarakat dapat menikmati pendapatan yang besar, rumah mewah, mobil mewah, hiburan, dan sebagainya. Hal ini tidak terlihat krisis ekonomi sekalipun. Tapi disisi lain, sekelompok masyarakat mempunyai kehidupan yang berkebalikan. Orang miskin susah mencari makan, angka pengangguran bagi kelompok tersebut makin tinggi, pengemis, dan pengamen makin bertambah. Parahnya lagi, lingkaran kemiskinan seakan – akan sulit diputus dari sebagian masyarakat kita.
Kontroversi yang masih melekat pada sebagian besar masyarakat Indonesia yaitu masih kurang pekanya masyarakat yang termasuk golongan atas terhadap masyarakat golongan bawah. Mereka kurang memperhatikan bagaimana kehidupan orang-orang yang masih sangat membutuhkan bantuan. Keadaan serba kekurangan yang sering mereka temukan pada diri pengemis, pengamen, pedagang asongan merupakan hal yang biasa saja bagi sebagian kalangan atas. Kebanyakan mereka akan peka jika terjadi keadaan serba kekurangan yang tidak biasa mereka jumpai seperti keadaan serba kekurangan yang disebabkan karena bencana alam. Keadaan kekurangan yang tidak biasa akan membuat mereka sedikit peka terhadap keadaan tersebut sehingga mereka mau mengirimkan bantuan untuk sedikit mengurangi beban golongan kecil ini. Tetapi dapat disayangkan, kebanyakan dari mereka hanya membantu dalam jumlah yang tidak terlalu besar sehingga hanya sedikit saja mengurangi beban dipikul dan selebihnya masyarakat kelas bawah ini sendiri yang harus memikirkan dan menanggungnya sendiri. Selain itu rasa kepedulian dan solidaritas sosial mereka hanya bersifat temporer dan sementara saja, bahkan terkadang cenderung hanya ikut – ikutan saja. Rasa peka mereka hanya akan muncul pada awal-awal terjadi bencana saja, seterusnya hanya dianggap sebagai sejarah bencana yang dianggap pernah terjadi pada masa lampau.
Disamping itu, era globalisasi yang sedang terjadi, membuat semakin tingginya rasa individual pada masyarakat yang juga terjadi pada masuarakat Indonesia. Setiap individu atau kelompok hanya memikirkan dan mementingkan kepentinganya sendiri atau kelompoknya. Mereka kurang memikirkan individu lain, kelompok, atau yang terjadi di sekitanya. Urusan orang lain bukan menjadi urusan mereka. Sikap acuh, tidak peduli, hanya memikirkan dirinya dan kelompoknya, pragmatis dan kurang tanggap, serta kurang bisa berbagi merupakan indikator bahwa masyarakat masih kurang peka terhadap solidaritas dan sosial.
Padahal jika dibayangkan, jika satu orang kaya mau memberi bantuan pada 2 keluarga yang tidak punya dalam bentuk bantuan modal, maka bisa dipastikan angka kemiskinan di negara ini bisa berkurang. Bahkan cara ini mungkin dapat menambah jumlah lapangan kerja. Anak yang putus sekolah juga bisa dibantu jika ada kepedulian dari kita untuk menjadi orang tua asuh, ataupun jika setiap orang mau membayar zakat harta ( mal ) sesuai dengan kewajibannya, maka dapat dipastikan akan banyak uang yang terkumpul dari pembayaran zakat tersebut yang dapat digunakan untuk memberi bantuan terhadap banyak orang miskin.
Dengan demikian sebagai masyarakat pancasila maka kita harus menumbuhkan sikap peduli, tanggap, dan bisa berbagi agar kesatuan masyarakat yang berdasarkan pancasila dapat tetap dibina, sehingga apa yang dirasakan oleh orang lain hendaknya juga dirasakan oleh kita karena kita merupakan satu kesatuan dari masyarakat Indonesia. Rasa solidaritas dan sosial yang tinggi akan membina persatuan dan kesatuan, sehingga kesenjangan sosial yang berakibat pada kecemburuan sosial dan permusuhan dapat dihindari. sehingga apa yang dirasakan oleh orang lain hendaknya juga dirasakan oleh kita karena kita merupakan satu keastuan dari masyarakat Indonesia.
8. Rendahnya Rasa Loyalitas kepada Negara
Masyarakat Indonesia masih memiliki rasa loyalitas yang rendah terhadap negara. Rasa loyalitas ini dapat dilihat dari rasa kecintaan masyarakat dan nasionalisme masyarakat terhadap negara. Rasa cinta tanah air dan nasionalisme di Indonesia masih hanya sekedar bahasan yang masih abstrak yang belum diwujudkan dengan tindakan riil atau konkret. Pada era globalisasi ini, terlihat loyalitas masyarakat Indonesia yang mengembangkan ideologi tertentu sudah bergeser kepada dunia lain, maka loyalitas terhadap kebangsaan yang telah diperjuangkan oleh para pejuang pendahulu kita dengan pengorbanan jiwa dan raga telah menjadi ancaman serius bagi bagsa Indonesia.
Rasa Loyalitas masyarakat yang masih rendah dapat terlihat dari sikap tidak peduli masyarakat terhadap keadaan pemerintah atau negara. Masyarakat biasa menganggap masalah yang terjadi di negeri ini adalah tanggung jawab pemerintah, sehingga mereka tidak perlu ikut mengatasi masalah tersebut. Mereka lebih dahulu mementingkan kepentingan dirinya atau golongannya daripada kepentingan negara. Hanya beberapa kecil saja dari masyarakat yang memiliki rasa loyalitas terhadap negara sehingga lebih mementingkan urusan dan apa pun yang terjadi pada negara ini.
Begitu juga dengan rasa nasionalisme mereka terhadap negara, masyarakat sekarang umumnya anak muda banyak yang kehilangan citra diri sebagai bangsa yang ber – Pancasila. Ini ditunjukkan dengan sikap mereka yang cenderung kebarat – baratan daripada menganut sikap ketimuran seperti layaknya bangsa timur. Banyak anak muda kita yang bersikap kurang pantas dan kurang ajar, mereka kurang menghargai apa yang telah diperjuangkan bangsa kita, baginya negara hanya sebuah nama, bukan sebuah harga mati yang harus dibela sampai mati.
Disisi kebudayaan, banyak masyarakat kita yang cenderung ogah – ogahan dalam mempelajari warisan kebudayaan bangsa kita, bahkan beberapa diantara mereka cenderung malu jika diketahui pandai dalam bidang kebudayaan ataupun kesenian Indonesia. Sampai pada akhirnya negara lain yang malah menyukai kebudayaan kita, mengklaim kebudayaan kita. Dan disaat itulah barulah kita sadar betapa pentingnya menjaga kelestarian budaya dan kesenian bangsa kita.
9. Harga Diri yang Tinggi
Harga diri suatu bangsa adalah harga diri yang dimiliki suatu bangsa sebagai wujud dari kehormatan suatu bangsa itu sendiri. Dimana setiap negara berlomba-lomba untuk meningkatkan harga diri bangsanya masing-masing untuk mempertahankan kehormatan bangsanya di dunia internasional. Harga diri suatu bangsa itu dapat dilihat dari segi ekonomi, kebudayaan, pendidikan, teknologi, alam, dan lain-lain. Namun, sebagian orang Indonesia sendiri bilang, harga diri bangsa Indonesia saat ini sedang terpuruk. Rakyatnya dilecehkan di banyak tempat di luar negeri. Suara bangsa Indonesia tidak diperhatikan oleh bangsa lain. Pemerintahnya pun dikatakan tidak mampu menghadapi tekanan-tekanan, baik dari negara besar maupun dari negara kecil.
Jika Indonesia dilihat dari segi ekonomi, kebudayaan, pendidikan, teknologi, alam, dsb maka dapat disimpulkan :
• Ekonomi jelas sering menjadi patokan apakah suatu negara itu bermartabat atau tidak. Negara kita, Republik Indonesia, sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Pendapatan kotornya saja nomor 20 terbesar sedunia. Tapi sayangnya karena jumlah penduduknya yang sangat tinggi (mungkin nomor 4 atau 5 sedunia), pendapatan kotor per orangnya jadi melorot ke nomor 115 (bisa lihat di wikipedia).
• Dari segi kebudayaan, kebudayaan Indonesia banyak sekali yang diambil alih oleh negara lain, misalnya saja tari pendet Bali di klaim oleh Malaysia sebagai kebudayaan mereka.
• Bahkan yang lebih parahnya, banyak sekali kebudayaan Indonesia sendiri yang hampir dilupakan oleh para generasi muda karena dianggap sudah ketinggalan jaman atau bahkan tidak rasional. Padahal itu semua adalah keanekaragaman budaya Indonesia yang seharusnya kita syukuri dan kita lestarikan. Misalnya saja, adat berbicara memakai bahasa jawa krama inggil telah banyak yang melupakan justru digantikan dengan bahasa-bahasa yang dibilang “gaul” oleh anak muda.
• Untuk masalah pendidikan, banyak sekali masyarakat Indonesia yang belum sadar akan pentingnya pendidikan. Bahkan banyak pula anak-anak yang tidak sekolah karena tuntutan ekonomi keluarga. Berawal dari rendahnya tingkat pendidikan inilah menimbulkan banyak sekali dampak dalam hal rendahnya harga diri bangsa. Mereka yang pendidikan rendah identik dengan kebodohan dan kemiskinan. Banyak dari mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
• Rendahnya harga diri masyarakat Indonesia karena kurangnya akhlak masyarakat itu sendiri. Kurangnya pendidikan akhlak yang baik merupakan salah satu penyebab mengapa akhlak masyarakat Indonesia masih banyak yang tidak sesuai dengan tuntunan falsafah negeri ini yang sesuai pancasila dan agama
• Harga diri masyarakat Indonesia terlihat dari tindakan-tindakan mereka yang kurang menghargai diri dan negara mereka sendiri. Harga diri yang rendah ini disebabkan karena mental bangsa ini yang masih rendah. Apalagi di era globalisasi ini yang syarat dengan segala kemajuan, akan semakin membuat bangsa ini lebih tertingal karena memang mental bangsa ini belum bisa mengalami perubahan yang terlalu pesat, tetapi bangsa ini membutuhkan perubahan yang bersifat gradual untuk meningkatkan harga dirinya.
• Harga diri suatu bangsa dapat dilihat dari pendapat negara lain. Seperti halnya Indonesia, tinggi rendahnya harga diri Indonesia dapat dilihat dari pendapat luar negeri tentang Indonesia. Masih rendahnya pandangan masyarakat luar negeri terhadap bangsa Indonesia menunjukan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki harga diri yang belum tinggi. Misalnya, masih dianggap rendahnya TKI di luar negeri. Para majikannya bebas menganiaya, merendahkan, dan bahkan memperlakukan mereka tidak manusiawi. Tindakan dari pemerintah Indonesia masih sekedar menggertak saja, masih kurang tindakan nyata untuk menuntaskan kasus para TKI. Ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki harga diri yang masih rendah. Tindakan nyata yang masih kurang menunjukan harga diri yang tinggi sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia akan membawa citra buruk baik masyarakat Indonesia.
Jadi dapat disimpulkan jika, masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan masyarakat yang mempunyai harga diri yang tinggi, dengan kata lain masyarakat Indonesia masih memiliki harga diri yang masih rendah. Tindakan atau tingkah laku dari kebanyakan masyarakat menunjukan bahwa bangsa ini masih memiliki harga diri yang rendah, baik dari penilaian dalam maupun dari luar negeri.
Sedangkan upaya-upaya untuk meninggikan harga diri bangsaIndonesia adalah :
• Menanamkan jiwa nasionalisme yang tinggi kepada setiap warga negara Indonesia, agar mereka menyadari akan kebudayaan yang dimiliki Bangsa Indonesia dan mencintai serta melestarikannya.
• Pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan taraf hidup serta pendidikan setiap warga negaranya dengan kebijakan-kebijakan yang adil.
• Pemerintah berusaha melindungi alam, kebudayaan, kesejahteraan serta semua yang ada di Indonesia agar tetap dapat terjaga kelestariannya
10. Keharmonisan Antar Umat Beragama yang Ideal Belum Terwujud
Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang diwarnai oleh keanekaragamaan adat istiadat, suku, ras, dan agama, serta bahasa yang berbeda-beda. Kemajemukan ini merupakan kondisi ideal bagi terciptanya bangsa Indonesia yang kuat dan jaya. Namun kemajemukan ini juga merupakan peluang bagi terciptanya kerawanan konflik kepentingan yang ada di masyarakat.
Indonesia merupakan ajang pertemuan ajang pertemuan dari agama-agama besar di dunia. Penyebaran agama-agama besar tersebut tidak lepas dari letak geografis kepulauan Nusantara di dalam perdagangan dunia sejak abad-abad permulaan. Pada masa kini keserasian dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia dipertanyakan. Sikap toleransi antar umat beragama telah mengalami dekadensi atau kemrosotan kualitas. Pasalnya di beberapa daerah di Indonesia terjadi kerusuhan bernuansa agama.
Kerusuhan ini akan menghapus citra Indonesia sebagai negeri beraneka agama yang serasi dan rukun. Pancasila yang semula disebut sebagai sebab kerukunan beragama di negeri ini kurang dipahami oleh masyarakat. Rasa benci dan rasa curiga terhadap agama lain juga merupakan pemicu ketidak harmonisan hubungan antar umat beragama disamping sikap diskriminatif terhadap agama lain dan tidak menghargai agama lain.
Disamping itu penyebab terjadinya konflik dalam kehidupan beragama juga disebabkan oleh faktor historis. Faktor historis ini berupa politik pecah belah (devide et impera) penjajah. Dalam usaha politik tersebut pihak penjajah sering memanfaatkan perbedeaan agama atau paham agama untuk menumbuhkan konflik di kalangan bangsa Indonesia yang sedang bejuang menentang pemerintahan kolonial. Suasana ketegangan dan pertentangan dalam keidupan beragama yang akarnya telah ditanamkan oleh penjajah terbawa ke dalam alam kemerdekaan.
Kondisi dan potret kehidupan beragama di dalam masyarakat yang sangat memprihatinkan itu seharusnya tidak perlu terjadi jika semua mempunyai kesadaran tinggi dan memiliki jiwa rela untuk saling menghormati umat beragama. selain itu bersedia menerima dan mengakui adanya perbedaan yang ada di dalam masyarakat, baik mengenai keyakinan, pendapat, pemikiran, tanpa perlu mempertentangkan ataupun mempermasalahkan perbedaan itu. Disamping itu, beberapa kasus yang melanda di beberapa daerah di Indonesia seharusnya tidak perlu terjadi mengingat dampaknya akan dapat menenggelamkan masyarakat ke dalam suasana kehidupan sosial dan ekonomi yang tidak menentu akibat sempitnya pemahaman atas kebhinekaragaman agama, suku, budaya, dan bahasa di negeri ini. Bila dipahami secara mendalam, maka diyakini bahwa kebhinekaan agama ini justru dapat memperkaya batin dan keyakinan serta menumbuhkan rasa ingin saling mengenal dan pada akhirnya timbul upaya untuk saling menjaga serta saling menghormati diantara umat beragama.
Setiap agama akan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada sesamanya, saling menghargai, hidup rukun, dan saling menyayangi. Jika terjadi ketidakharmonisan antar umat beragama maka hal ini bukanlah kesalahan dari agama yang mereka anut. Cara pandang yang menyalahkan agama jika terjadi konflik antar umat agama di Indonesia masih kurang tepat, mereka lebih menyalahkan agama yang mereka anut daripada pelaku atau orang yang menyebabkan ketidakharmonisan antar umat beragama terjadi.
Di Indonesia ini ada 5 agama yang sudah disahkan sebagai agama resmi yaitu Islam, Kristen katolik, Kristen Protestan, hindu, Budha. Sehingga terdapat perbedaan antar uamt beragama. Keharmonisan antar umat beragama akan tercipta jika ada rasa saling menghormati antar umat bergama. Dari adanya rasa saling menghormati itulah akan tercipta rasa toleransi yang tinggi antar umat beragama. Dalam hal ini, setiap anggota masyarakat bukan berarti meleburkan keyakinannya dengan keyakinan anggota masyarakat lainnya. Mereka dapat terus memupuk keyakinan agamanya, namun tetap menghormati keberadaan keyakinan agama lainnya. Mereka juga tak memaksakan keyakinan itu kepada anggota masyarakat lainnya.
Keharmonisan ini akan terganggu saat timbul saling mencurigai antar umat beragama sehingga akan saling menjatuhkan. Misalkan saja, kenapa terorisme selalu dikait-kaitkan dengan agama islam. Persepsi jelek akan muncul bagi setiap penganut agama islam. Dari sinilah keharmonisan antar umat beragama mulai melemah karena satu golongan sudah dianggap jelek dan lemah.
Timbulnya aliran-aliran yang dianggap “sesat” juga memicu timbulnya konflik. Aliran-aliran tersebut dapat merusak citra suatu agama tertentu sehingga pemeluk agama tertentu tidak akan terima dengan adanya aliran-aliran “sesat” tersebut.
Cara untuk menciptakan keharmonisan antar umat beragama di Indonesia :
• Menghargai pluralisme (perbedaan) agama/kepercayaan dan budaya serta mewujudkan kemakmuran bersama.
• Mewujudkan persatuan dan kesatuan untuk mencapai tujuan bersama (kedamaian, kemakmuran dan kebahagiaan) .
• Mewujudkan kehidupan yang harmonis serta dialogis.
• Mewujudkan kehidupan yang demokratis dengan bermusyawarah dan menumbuhkan saling pengertian.
• Mengembangkan hati yang tulus ikhlas dan persahabatan yang sejati.
• Mengembangkan keharmonisan yang sejati, baik kepada orang yang dikenal dan bahkan dengan orang asing sekalipun.
11. Memiliki Rasa Moral yang Masih Rendah
Indonesia adalah sebuah negara yang amat besar, kaya dan luas, kini ternyata harus mendapat citra dan keadaan yang amat buruk. Penuh dengan pencuri uang rakyat, korupsi, kongkalingkong dalam kebathilan, nepotisme merajalela, kekerasan, pornografi, kemiskinan, merebaknya aneka kejahatan, dan lain sebagainya. Bila dicermati dengan nurani yang bersih, semua ini tampaknya bersumber dari kerusakan moral yang kian menjadi-jadi. Hal ini karena adanya gejala semakin merosotnya praktik nilai-nilai moralitas dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keadaan ini tentunya sangat ironis ketika kita melihat berbagai sumber nilai moralitas yang dalam tataran formal telah disepakati bersama menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti: Pancasila, UUD, Undang-Undang, dan berbagai peraturan (yang seharusnya menjadi sumber dan pengendali tegaknya nilai-nilai moral bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).
Moralitas menjadi sumber aturan perilaku yang tak tertulis yang oleh masyarakat dipegang teguh karena ia memiliki nilai-nilai kebaikan sesuai dengan ukuran-ukuran nilai yang berkembang dalam masyarakat. Dan, moralitas dalam diri seseorang dapat berkembang dari tingkat yang rendah ke tingkatan yang lebih tinggi seiiring dengan kedewasaannya.
namun saat ini di Indonesia yang sedang terjadi adalah degradasi moral.
Masalah penyebab rendahnya moral :
1. Hilangnya kejujuran
Berdasarkan laporan hasil investigasi sebuah lembaga survei dinyatakan bahwa korupsi menyebar merata di wilayah negara ini, dari Aceh hingga Papua. Karena itu dari tahun ke tahun posisi Indonesia sebagai negara terkorup selalu menduduki peringkat 10 besar dunia dalam indeks persepsi korupsi (CPI) menurut data dari Transperenscy International.
2. Hilangnya Rasa Tanggung Jawab
Sebelum bendungan Situ Gintung jebol, Kompas 28 Juli 2008 memberitakan bahwa sebanyak 50 bendungan dari total 106 dinyatakan rusak. Rusaknya infrastruktur pengairan ini menurut penelitian disebabkan perawatan operasional bangunan yang kurang memadai. Masalah seperti ini terjadi juga pada infrastruktur lainnya seperti banyaknya gedung yang hampir roboh. Kasus lain adalah rusaknya beberapa ruas rel kereta api yang diakibatkan besi baja rel kereta diambil oleh oknum. Berita-berita tersebut merupakan cermin bahwa telah terjadi penurunan moral tanggung jawab di masyarakat yang dapat berakibat fatal bagi keselamatan masyarakat.
3. Tidak Berpikir Jauh ke Depan (Visioner)
Eksploitasi alam adalah salah satu bentuk dari produk berpikir jangka pendek. Sebagai contoh, pembalakan hutan mencapai 0,6-1,3 juta ha/tahun (Abdoellah, 1999), bahkan angka tersebut diperkirakan telah melonjak menjadi 1,3–2 juta ha/tahun (KMNLH, 2002). Akibat dari berbagai eksploitasi alam telah menimbulkan berbagai bencana. Dalam kurun waktu 2006-2007 bencana ekologis (banjir, longsor, gagal panen, gagal tanam, kebakaran hutan) tercatat 840 kejadian bencana.
4. Rendahnya Disiplin
Pada Sabtu, 9 Februari 2008 Suara Karya memberitakan bahwa ribuan pegawai negeri sipil (PNS) di DKI Jakarta dan berbagai daerah nekat tidak masuk kerja alias mangkir pada hari pascalibur Imlek 2559 (8/2). Kasus mangkir, selalu terjadi setiap hari kejepit atau pascalibur (cuti) nasional. Disebutkan bahwa meski ada aturan PP No.30/1980 yang menyatakan bahwa ada tiga tingkatan pemberian sanksi kepada PNS dari mulai hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat, namun budaya mangkir ini masih kental di kalangan pegawai negeri. Hal ini merupakan cermin karakter bangsa yang mengabaikan budaya disiplin.
5. Kriris Kerjasama
Terjadinya perpecahan dan benturan di antara komponen masyarakat menunjukkan bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis persatuan dan melunturnya budaya kerjasama. Demikian juga dengan jumlah kasus tawuran di antara mahasiswa dan pelajar yang cenderung meningkat.
6. Krisis Keadilan
Partnership for Governance Reform pada 2002 menempatkan lembaga peradilan di Indonesia menempati peringkat lembaga terkorup menurut persepsi masyarakat. Hal tersebut diperkuat dengan laporan Komisi Ombudsman Nasional (KON) tahun 2002, bahwa berdasarkan pengaduan masyarakat menyebutkan penyimpangan di lembaga peradilan menempati urutan tertinggi.
7. Krisis Kepedulian
Media masa beberapa waktu yang lalu melaporkan adanya beberapa warga masyarakat yang meninggal akibat kelaparan. Berita ini menunjukan bahwa kepedulian juga telah menipis dalam kehidupan masyarakat.
Langkah untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang bermoral adalah :
1. Penegasan Kembali makna moralitas bangsa
2. Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa
3. Toleransi antarumat beragama
4. Mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Perkembangan masyarakat Indonesia baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan ini menyangkut seluruh kehidupan masyarakat. Diantaranya bidang sosial, ekonomi, pplitik, dan kebudayaan yang menyangkut perubahan struktural dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Saat ini Indonesia sedang menghadapi persoalan yang amat rumit. Berupa adanya gejala semakin merosotnya praktik nilai-nilai moralitas dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu sebab terjadinya krisis moral atau rendahnya moral adalah masuknya paham-paham ataupun pengaruh dari luar tanpa penyaringan terlebih dahulu. Baik pengaruh yang baik maupun yang buruk masuk ke dalam Indonesia dan mulai merasuk dalam masyarakat Indonesia sebagai perubahan baru dan lebih modern.
Keadaan ini tentunya sangat ironis ketika kita melihat berbagai sumber nilai moralitas yang dalam tataran formal telah disepakati bersama menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti Pancasila, UUD, Undang-Undang, dan berbagai peraturan yang seharusnya menjadi sumber dan pengendali tegaknya nilai-nilai moral bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila beserta berbagai landasan hukum yang kita miliki ternyata belum efektif untuk mengkondisikan bangsa kita untuk memiliki praktik hidup bermasyarakat yang bermartabat dan bermoralitas tinggi. Kurang pemahaman masyarakat mengenai arti Pancasila, UUD, Undang-Undang, dan berbagai peraturan juga merupakan penyebab masyarakat Indonesia memiliki rasa moral yang rendah. Kurangnya pemahaman tersebut diikuti dengan era globalisasi sehingga paham dan pengaruh luar masuk dengan berbagai ideologi yang kurang sesuai dengan ideologi yang sebenarnya di Indonesia.
Sekarang kita tidak perlu menyalahkan dan menghina orang lain pada masalah moralitas ini. Alangkah sangat bijaksana jika kita menunjukkan prestasi dan hasil karya kepada negara sebagai bentuk perjuangan kita dalam membangun moralitas bangsa. Oleh karena itu hendaknya kita berjuang untuk memperbaiki moral bangsa dari lingkungan kita terkecil dan dimulai pada saat ini.
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
2 komentar:
nah gtu donk, aktifin ge blog kmu,dgn blog ni kita bisa tuker informasi n kembangin hobi menulis. sip,.but jo lali jd follower ku jg.hehe
baru belajar blogger ug bal....he he
ok2
Posting Komentar